6 September 2023
Kawan PRIMA, kata “astrologi” pasti sudah tidak asing di telinga kamu karena sering disinggung saat pembahasan mengenai ramalan zodiak. Astrologi juga kerap dikaitkan dengan astronomi meski keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Astronomi merupakan studi tentang segala sesuatu di luar atmosfer Bumi seperti bintang, galaksi, planet lain yang didasarkan pada pengamatan, pengujian, dan bukti empiris. Sementara astrologi adalah studi yang mengamati pergerakan bintang, matahari, bulan dan mempercayai benda-benda langit tersebut dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Ahli astrologi percaya bahwa dengan memahami pengaruh antara planet dan alam semesta, mereka dapat memprediksi potensi kejadian di masa depan.
Selama berabad-abad, berbagai budaya di dunia telah mempraktikkan astrologi dan telah menciptakan variasi praktik mereka sendiri, seperti perhitungan ramalan Cina, Weda, Tibet, dan negara-negara Barat.
Sejarah Astrologi
Astrologi diketahui sudah ada sejak tahun 3.000 Sebelum Masehi (SM), di zaman peradaban kuno bangsa Sumeria di Mesopotamia. Orang-orang Sumeria menjadi salah satu bangsa yang pertama kali mengamati pergerakan benda langit. Saat muncul rasi bintang yang terlihat unik, mereka akan langsung mencatat dan membuat polanya.
Astrologi terus mengalami perkembangan. Pada abad ke-18 SM, bangsa Babilonia juga percaya bahwa pergerakan benda langit merupakan pertanda dari dewa akan terjadinya suatu peristiwa, mulai dari kehidupan, cuaca, hingga bencana. Mereka meyakini dengan memprediksi alam, maka hal buruk bisa dihindari. Pada era Babilonia inilah kemudian dihasilkan diagram zodiak pertama, yang merupakan cikal bakal zodiak seperti yang kita kenal saat ini. Agar mudah diingat, mereka memberi nama atau simbol pada masing-masing rasi bintang seperti Virgo, Libra, Cancer dan seterusnya. Untuk memudahkan penandaan pergantian musim, di akhir abad ke-5 SM para astronom Babilonia membagi jalan peredaran Matahari dalam setahun menjadi 12 tanda zodiak, dengan periode masing-masing 30 hari. Jadi misalnya matahari butuh 30 hari untuk bisa mengelilingi rasi bintang Virgo dan butuh 30 hari berikutnya untuk mengelilingi rasi bintang Libra.
Tidak hanya dipraktikkan oleh bangsa Sumeria dan Babilonia, ilmu astrologi juga masih dipraktikkan pada peradaban Mesir Helenistik. Era Helenistik dikenal sebagai transisi dari zaman kuno menuju kebangkitan Kekaisaran Romawi. Ahli astrologi disana membagi rasi bintang menjadi 36 tanda zodiak, yang berjarak 10 hari setiap tanda. Pengamatan terhadap rasi bintang di zaman ini digunakan untuk membaca kepribadian seseorang dan meramal bagaimana kehidupannya di masa depan. Penggunaan ilmu astrologi untuk membaca kepribadian seseorang juga digunakan pada era Yunani kuno dan Roma. Di tahun 140 Masehi, astrolog Roma terkenal, yaitu Claudius Ptolemy menerbitkan buku berjudul Tetrabiblos. Buku tersebut berisi penjelasan tentang elemen-elemen astrologi yang masih dipakai sampai saat ini, termasuk tentang zodiak.
Kepercayaan terhadap astrologi mulai menurun saat gereja Katolik berkuasa di abad Pertengahan. Gereja menganggap astrologi sebagai takhayul dan tidak berkaitan dengan takdir seseorang. Sejak saat itu ramalan astrologi mulai ditinggalkan oleh orang-orang dan lebih mempercayai ilmu sains sejak Abad Pencerahan. Praktik membaca horoskop dianggap sebagai hiburan saja. Kebiasaan itu berlanjut sampai sekarang.
Astrologi Menurut Sains
NASA pernah menguji 12 rasi bintang versi bangsa Babilonia menggunakan perhitungan ilmu astronomi. Berdasarkan pengujian tersebut, diketahui bahwa perhitungan bangsa Babilonia tentang posisi langit tidak akurat. Posisi langit yang sebenarnya memiliki perbedaan 23,5 derajat dari perhitungan bangsa Babilonia. Selain itu NASA juga menguji waktu tempuh matahari dalam mengitari masing-masing rasi bintang, berdasarkan perhitungan bangsa Babilonia. NASA membuktikan bahwa sebenarnya waktu tempuh matahari untuk mengitari semua rasi bintang berbeda-beda, tidak berjarak 30 hari. Misalnya, matahari butuh 45 hari untuk mengitari Virgo dan butuh 7 hari untuk melewati Scorpio. NASA juga menyimpulkan bahwa sebenarnya terdapat 13 rasi bintang bukan 12 seperti penjelasan bangsa Babilonia. Itulah mengapa para ilmuwan tidak percaya terhadap astrologi.
Referensi:
Republika.co.id
Grid.id
Pikiranrakyat.com
nationalgeographic.grid.id