13 November 2024
“BSPI 2030 sendiri dirajut dalam sebuah tema besar, yaitu mendukung integrasi ekonomi keuangan digital dalam struktur yang konsolidatif dan berdaya tahan. Kata berdaya tahan ini, menjadi sangat terkait dan sangat relevan dengan tema yang diangkat pada executive gathering pada hari ini, di mana kolaborasi dan “cyber resilience” menjadi benang merah / tema besar yang diangkat pada “executive gathering” pada hari ini.” – Ryan Rizaldy, Direktur Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia
Ekonomi Indonesia tetap tumbuh positif ditopang oleh permintaan domestik dan ekspor non-migas. Inflasi IHK pada bulan September tercatat rendah 1,84% dan Bank Indonesia memperkirakan bahwa perekonomian nasional ke depan dapat bertumbuh pada kisaran 4,7 sampai dengan 5,5% sepanjang tahun 2024 dan masih akan tumbuh positif. Momentum ini akan berlanjut ke depan diikuti laju inflasi yang terkendali dalam kisaran sasarannya. Namun dibalik berbagai perkembangan positif tersebut, muncul sebuah perkembangan baru yang agaknya perlu menjadi perhatian kita bersama. Bahwa meskipun ekonomi masih tumbuh cukup baik, inflasi terjaga rendah, tapi pada saat yang sama muncul tendensi perlambatan di konsumsi rumah tangga.
Dan ini kami perhatikan menguat tendensinya pada kelompok masyarakat menengah bawah dan generasi-generasi yang digital savvy; generasi Y, generasi Z, dan generasi Alpha. Hal ini tentunya perlu disikapi secara berhati-hati dan ini menjadi dasar bagi kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia. Sebagaimana Bapak-Ibu bisa cermati pada keputusan Rapat Dewan Gubernur Oktober 2024, di mana Bank Indonesia mengambil langkah-langkah preventif dan diantaranya melalui jalur sistem pembayaran, Bank Indonesia juga mengambil langkah strategis berupa kebijakan MDR QRIS 0% untuk transaksi sampai dengan Rp 500.000 pada merchant usaha mikro yang kebetulan memang menguasai 55% pangsa merchant dan diyakini sanggup menopang daya beli, khususnya di kelompok menengah bawah.
Implementasi BSPI 2025 sendiri sejauh ini bisa kita yakini sudah bisa muncul sebagai game changer. Digitalisasi pembayaran kita cermati melaju dengan cepat, tidak hanya cepat tapi juga merata, dari pusat hingga daerah, dari kota hingga desa, dari usaha besar hingga mikro. Adopsi QRIS misalnya berhasil menjangkau 34,2 juta merchant yang 92,5% diantaranya adalah UMKM. Bila melansir angka yang dikeluarkan World Bank beberapa waktu yang lalu, inclusion rate yang bertahun-tahun stuck atau tertahan di angka 49% hanya dalam kurun waktu kurang dari 5 tahun, bisa didongkrak hingga 53%. Hasil positif ini tentunya adalah buah kerja keras kita dalam mewujudkan langkah dan visi bersama yang dalam hal ini diwakili oleh BSPI 2025.
Implementasi BSPI 2025 sendiri juga memberikan kita dua pelajaran penting.
Pertama, akseptasi tidak hanya bergantung pada aspek teknologi semata, namun juga pada aspek keterjangkauan, khususnya bagi ekonomi berkarakter seperti Indonesia. Yang kedua, network effect adalah kunci dari sustainabilitas. Kedua aspek tersebut memiliki konteksualitas yang sangat kuat bagi ekonomi yang berkarakter huge consumer market, namun juga pada saat yang sama didominasi oleh kelas menengah bawah dan industri kecil informal seperti ekonomi di Indonesia. Salah satu bukti otentiknya terlihat dari langkah strategis yang ditempuh Bank Indonesia dalam meluncurkan BI-FAST. BI-FAST sendiri tumbuh eksponensial transaksinya dan membukukan 5,2 miliar transaksi senilai 14 kuadriliun rupiah sampai dengan triwulan tiga 2024. Hal ini sekaligus menunjukkan betapa kedua aspek atau kedua pelajaran yang kita ambil dari BSPI 2025 menjadi sesuatu yang harus kita perhatikan dalam merumuskan langkah-langkah ke depan.
Ada tiga aspek dalam kaitan ini lingkungan strategis yang mendasari perkiraan kami. Pertama adalah meningkatnya partisipasi ekonomi generasi milenial, generasi Z dan generasi Alpha yang memang kita kenal sebagai generasi yang digital savvy. Yang kedua adalah inovasi yang semakin deras, semakin luar biasa. Kita juga sudah mendengar bila mungkin satu dua tahun yang lalu kita belum bicara mengenai AI, pemanfaatan AI dan machine learning belum begitu menjadi perhatian. Kali ini kita sudah sangat memperhatikan inovasi-inovasi tersebut, dan kita tidak tahu apa yang akan terjadi satu atau dua tahun ke depan. Inovasi tentunya akan jauh lebih keras, semakin kencang lagi. Tidak hanya semakin kencang tapi juga semakin consumer centric.
Dan yang ketiga, lingkungan strategis yang ketiga adalah interkoneksi cross border yang juga semakin menguat. Di luar itu kami juga mencermati bahwa pelaku ekonomi ke depan akan semakin bervariasi, khususnya sebagai implikasi atau konsekuensi logis dari mandat undang-undang P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan). Di satu sisi ini merupakan kesempatan yang luar biasa untuk terus mendorong sistem pembayaran.
Namun di sisi yang lain, tantangan untuk mitigasi resikonya juga semakin tinggi. Berbagai faktor-faktor yang sudah disebutkan tadi menjadi pendorong lonjakan transaksi digital nasional di masa depan. Untuk online credit transfer saja, kami memperkirakan volume-nya bisa berlipat 14 kali di 2030 kalau kita perbandingkan dengan posisi akhir 2023, naik 14 kali lipat. Jadi tiga lingkungan strategis yang kami sebutkan sebelumnya, berdampak pada prospek 14 kali lipat kenaikan volume transaksi online credit transfer, pada tahun 2030.
Tantangan atau pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana sistem pembayaran nasional, bagaimana kita semua, bagaimana regulator dan industri, mampu merespon kenaikan tersebut secara tepat dan terukur. Itu adalah tantangan yang kita hadapi ke depan.
BSPI 2030 sendiri dirajut dalam sebuah tema besar, yaitu mendukung integrasi ekonomi keuangan digital dalam struktur yang konsolidatif dan berdaya tahan. Kata berdaya tahan ini, menjadi sangat terkait dan sangat relevan dengan tema yang diangkat pada executive gathering pada hari ini, dimana kolaborasi dan cyber resilience menjadi benang merah / tema besar yang diangkat pada executive gathering pada hari ini. Saya sepenuhnya meyakini bahwa Jaringan PRIMA dan seluruh mitranya sebagai pelaku penting dalam sistem pembayaran nasional akan memainkan peran yang krusial.
Dukungan dan kontribusi yang diberikan tidak hanya menentukan keberhasilan kita dalam mencapai tujuan untuk bersinergi, namun juga untuk mencapai visi bersama dalam menciptakan industri sistem pembayaran yang berdaya tahan, inovatif di masa depan. Sebagai penutup, saya ingin mengajak kita semua untuk menyamakan visi, memantapkan niat, dan bekerja dengan penuh integritas membangun negeri kita.