Strategi Eksekutif Perbankan dan Fintech Indonesia Hadapi Tantangan Ancaman Siber di Era Digital

9 December 2024

  • Share

Dalam upaya menggali pandangan para pelaku industri keuangan dalam menghadapi tantangan fraud dan scam yang kian meningkat seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi digital di Indonesia, PT Rintis Sejahtera (Rintis) mengundang sejumlah tokoh eksekutif dari dunia perbankan dan jasa pembayaran untuk berbagi sudut pandang dan pengalaman serta strategi dalam menghadapi ancaman siber. Dalam diskusi panel penutup dari rangkaian PRIMA Executive Meeting 2024 ini, Rintis menghadirkan empat panelis yakni:   Dhoni Ramadi (BRI), Indra Utoyo (Allo Bank), Santoso Liem (BCA), dan Vince Iswara (DANA).


Diskusi panel yang dimoderatori oleh Wakil Presiden PT Rintis Sejahtera, Abraham J. Adriaansz dibuka dengan memberikan gambaran situasi di mana kemajuan teknologi dalam produk keuangan digital memiliki tantangan pada kemampuan untuk mengelola dan mengatasi ancaman keamanan. Keberadaan solusi komprehensif, terutama dalam hal perlindungan data pelanggan dan pencegahan fraud yang semakin canggih menjadi fokus penting bagi seluruh pelaku di dalam industri ini.

 

Vince Iswara, CEO & Co-Founder PT Espay Debit Indonesia Koe (DANA), mendapat kesempatan pertama untuk berbagi dan menjawab tantangan ini. Ia memulai dengan menekankan pentingnya kolaborasi antar-institusi. Sebagai perusahaan teknologi finansial, DANA memiliki jangkauan layanan yang luas, hingga ke pelosok Indonesia. Menurut Vince, ekosistem digital yang terbentuk saat ini sangat terintegrasi, sehingga keamanan di dalam ekosistem tersebut bergantung pada semua pelaku yang terlibat. .

 

Vince menjelaskan bahwa DANA menerapkan berbagai sistem keamanan, termasuk sistem deteksi fraud dan proses verifikasi yang ketat. Selain itu, edukasi mengenai risiko bagi semua sumber daya manusia (SDM) juga dianggap penting. "Ada awareness dari semua SDM tentang risk awareness dengan risk maturity. Supaya terjadi apapun, misalnya ada transaksi-transaksi yang kita anggap suspicious atau abnormal, itu bisa ditindak dengan cepat," ungkapnya. Selain teknologi, pengawasan dari sumber daya internal dianggap sebagai lapisan keamanan tambahan yang penting.

 

Menanggapi jangkauan nasabah yang luas,  Dhoni Ramadi, Executive Vice President PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) menekankan pentingnya pembelajaran dari setiap kejadian fraud yang terjadi. BRI, yang memiliki nasabah dengan jangkauan sangat luas, mengandalkan kolaborasi dengan perusahaan telekomunikasi sebagai langkah mitigasi. "Jadi kita juga ada beberapa kolaborasi dari hasil pembelajaran tadi, seperti mobile verification number. Jadi kalau nanti kalau nomor kita dicuri, data kita dicuri, kita juga bisa identifikasi apakah itu nomor yang didaftarkan itu memang nomor yang lagi dipakai," jelas Dhoni. Kolaborasi ini dilakukan untuk mencegah modus-modus seperti SIM swap yang sering digunakan untuk mengakses akun nasabah.

 

Dhoni juga menyebutkan perlunya proses identifikasi yang akurat saat proses registrasi maupun pada tahap setelahnya. Hal ini dilakukan agar BRI bisa menekan risiko fraud yang mungkin terjadi, terutama ketika tren modus penipuan terus berubah.

 

Berbeda dengan nature BRI dengan kantor cabang, Allo Bank memiliki concern yang berbeda. Hal ini dikemukakan oleh Indra Utoyo, President Director PT Allo Bank Indonesia. Allo Bank bergantung lewat aplikasi dalam menanggulangi respons nasabahnya, hal ini tentu berbeda dengan bank konvensional lain yang memiliki kantor cabang di mana nasabah bisa mengadu secara fisik saat terjadi kendala misal nasabah terkena fraud atau scam.

Ia menegaskan bahwa digitalisasi tidak bisa menggantikan kepercayaan (trust). Oleh karena itu, kolaborasi yang terpercaya menjadi strategi utama dalam membangun layanan di tengah  tantangan keamanan terhadap ekonomi digital yang semakin meningkat dan kompleks.

“Nah kemudian tapi dari semua itu kita lihat ya berbagai ancaman termasuk yang digital ini kita tahu weakest linknya itu adalah people. Sekuat Apapun kita nambah teknologi penguatan sebagainya tetap weakness-nya di people, apakah itu di customer kita ataupun di orang di dalam kita gitu. Oleh karena itu perlu kesadaran baru dan kita harus terus melakukan edukasi untuk meningkatkan awareness sehingga lebih hati-hati.” ujar Indra.

Menyusul pernyataan tersebut, Santoso Liem, Direktur PT Bank Central Asia (BCA) sekaligus Ketua Umum Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) memberikan pendapatnya mengenai strategi industri dalam menghadapi fraud dan tantangan dari maraknya identitas digital baik dari sisi perbankan maupun ASPI yang merupakan Self-Regulatory Organization (SRO).

Santoso menyoroti bahwa salah satu tantangan terbesar di era digital adalah perubahan paradigma. Dengan semakin terbukanya sistem pembayaran, identifikasi nasabah menjadi lebih sulit karena banyaknya instrumen pembayaran, kanal, serta variasi model bisnis. Kolaborasi lintas industri, menurut Santoso, menjadi penting untuk membangun sistem keamanan yang lebih kuat dan melibatkan berbagai pihak.

Walaupun edukasi telah dilakukan, modus operandi kejahatan siber terus berkembang. Fraud model yang semula sederhana kini bertransformasi menjadi lebih kompleks, “Kalau boleh saya sharing pengalaman, kita itu walaupun kita mengedukasi seperti apapun, ternyata yang namanya fraud model itu berubah terus dari waktu ke waktu. Dari yang simple, tipu-menipu, ya, sekarang menjadi mix antara tipu-menipu dengan mendownload APK. Begitu APK didownload dengan apapun, handphone Bapak-Ibu langsung di-take over.” Terang Santoso.

Dari pernyataan tersebut kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk penyedia telekomunikasi, menjadi hal penting karena penipuan kerap terjadi akibat lemahnya pengamanan di nomor telepon sebagai alat verifikasi transaksi digital. Mengingat modus operandi fraud terus berkembang menjadi semakin kompleks, dibutuhkan sinergi lintas industri, edukasi, dan solusi keamanan adaptif yang dapat menjadi kunci utama dalam menghadapi risiko siber dalam mempersiapkan Indonesia ke dalam ekosistem ekonomi digital.

 

berita lainnya

AgenBRILink adalah salah satu fasilitas yang diberikan BRI kepada nasabah BRI sebagai agen untuk dapat menyediakan layanan transaksi perbankan bagi masyarakat dengan konsep sharing fee. AgenBRILink dapat dimanfaatkan untuk melakukan pembayaran seperti tiket KAI, listrik, internet, setor dan tarik tunai, top up saldo BRIZZI, dan lain sebagainya. Kemudahan ini membuat fitur-fitur BRI dapat menjangkau nasabahnya yang tersebar di berbagai pelosok daerah. Selain memberikan layanan pembayaran kepada nasabah BRI dan non BRI, AgenBRILink juga berkontribusi dalam memberikan lapangan pekerjaan baru kepada agennya.... Selengkapnya >
Buat kamu yang masih ragu liburan di luar negeri karena takut ribet harus kurs mata uang dan lainnya, tenang saja! Kawan PRIMA bisa memanfaatkan QRIS Cross-border sebagai metode transaksi yang mudah, cepat, dan aman tentunya!... Selengkapnya >